Wednesday, March 16, 2011

0

only shine

Posted in ,
Aku mengambil nafas panjang. Kupegang lebih erat buku mata pelajaran biologi di tanganku. Hujan deras belum juga reda. Kulirik kembali jam tanganku, pukul 5 p.m.
Huufft….

‘plaak!’ auh! Sebuah skateboard terlempar tepat mengenai betisku. Reflex aku terjatuh, memegangi kaki. Mataku mengitari jalanan. Seseorang anak laki-laki seumuranku berlali mendekatiku.
“maaf, tadi aku tidak sengaja..” dia menatapku. Mataku yang terburu-buru memanas mengeluarkan air mata. Arrgh!
“dasar kau! Taruh Dimana matamu?!” kulihat betisku membiru. Dia terlihat bingung. Lalu sedetik kemudian dia membopongku dalam dekapannya yang basah, memasuki pintu kelas yang terdekat. Kemudian dia berlalu begitu saja. “hei! Mau kemana kau?!!”
“auh..” aku mengaduh lebih keras. – dasar orang tidak bertanggung jawab!!-
Saat tubuhku memaksa untuk bangun, anak itu muncul kembali membawa sekotak peralatan p3k. –dia keuks-
“aauh! Apa yang kau lakukan??” dia mengoleskan saleb-entah apa namanya- di sekitar luka.
“sudah beres.. sekali lagi maaf” punggungnya menjauh begitu saja, sambil membawa skateboardnya. –anak laki-laki aneh!

***

Ku dobrak pintu rumah Tatsuya. Api panas tiba-tiba menyala dalam hatiku. Dia membuka pintu, langsung aku mendorongnya hingga bergeser tempat.
“kenapa kau tak menjemputku?!” melihat tatapan memelasnya membuatku semakin membencinya.
“maaf Aru..kemarin hujannya begitu deras.. aku tak kuat melihat kilatan kuning itu mengamuk.. kau tau kan aku takut dengan Guntur?”” sangat enteng dia menjawabnya. Tapi apa boleh buat saudara ku yang satu ini memang penakut. Apalagi dengan sesuatu yang berbau kuning.
“banci..” aku membisik di dekat telinganya dan berlalu. Salah satu alisnya terangkat “aku bukan banci!”
Hah terserahlah..

Aku masuk kamar dengan suasanya yg gondok. Menidurkan seluruh badanku diatas kumpulan kapas yang sangat empuk. Ku lipat ujung celanaku sampai selutu, ada luka memar disana, “siapa anak laki-laki itu? Ah masa bodoh, awas jika aku bertemu kembali dengannya, awas!.


Setengah jam aku tertidur dalam keadaan yang ‘mengenaskan’ mataku terasa sangat berat untuk melihat cahaya. Kulirik jendela sejenak, gelap. “apa sudah malam?” gumamku pelan.
Pukul 7 p.m. ternyta. Ku seret kakiku yg sembab sampai keluar rumah, lalu duduk di atas kursi yang setengah reyot. Ini kursi yang sangat aku senangi. Karna ini peninggalan nenekku yang paling aku sayang.
“Aru..” ucap Tatsuya tiba-tiba dari balik pintu.
“hm”
“Aku minta maaf..”
“lupakan..”
“Aru..” tak juga berhenti bicara.
“hm?!"
“temani aku besok ya?” ah ajakan konyol.
“tidak mau, kau pasti akan meninggalkanku lagi”
“tidak, tidak akan, yang ini aku janji tidak membiarkanmu sendiri lagi.. maukan?”
“kemana?” ku dengar dia mengesek sedikit pintu. Dan suara tepakan kaki menuju kearahku.
“ke pemakaman umum” kali ini dia sudah berada di sampingku.
“untuk apa?” aku menoleh kearahnya. Dia memandang kelangit malam. “ikut saja besok.. aku masih takut sendiri”
“banci..” ucapku sekali lagi sambil tersenyum senis, tidak kearahnya. Aku tidak mau melihat wajah memelasnya lagi.
“aku bilang aku bukan banci!!!”
“sebaiknya kau masuk kerumah, hantu malam tidak akan membiarkan orang banci berkeliaran..”
Kulihat wajahnya semakin memerah, haha kena dia.
***
Pagi hari sejak kakiku membiru, Tatsuya lebih ‘sedikit’ pemberani, hanya saja ya tidak sama sekalk mengubah image ku terhadapnya.
Ku oleskan selai blueberry diatas sandwich putih yang kusimpan didalam lemari es, ah hari ini hambar. Sangat hambar. Tak sengaja ketika aku mulai mengoleskan selai warna ungu itu, kulihat sebuah bingkai foto tergantung di atas meja. Dia ibuku.
“ibu, kenapa langit terus menangis?” saat itu ketika hujan lebat. Semua gelap hingga ibuku menyalakan lampu minyak dihadapanku. Kupandangi wajah ibu yang terlihat begitu pucat. Dia terpejam kemudian menatapku lekat-lekat. “Karna hujan selalu tau perasaan seseorang..” ucapnya sambil merapatkan syal berkain tebal pemberian dari ayah. “maksud ibu apa?” aku masih tidak mengerti, umurku belum mencapai umur anak kelas 1 sekolah dasar. “kau harus kuat ya Aru” suara serak ibuku memecah keheningan dikala itu, apalagi disusul dengan isak tangisnya yang semakin keras. “kenapa ibu menangis?” Tanyaku lagi. “ayahmu..” kulihat dia mengambil nafas, “dia tidak lagi bersama kita, dia memilih pergi dengan orang lain..” hatiku terhenyak. Aku berusaha meyakinkan hatiku agar tak berperasangka lebih buruk lagi. Hey umurku masih 5 tahun! “nanti ayah kembalikan bu?” tanyaku polos, walau pada dasarnya aku sudah tau maksud wanita dihadapanku ini. “semoga hatimu tak lagi menginginkannya” bayangan ibu menghilang di balik pintu kamar.

“Aru?” Tatsuya mengagetkanku! “hah kau ini! Pagi-pagi sudah membuat orang marah!” kataku sambil menggigit pinggiran roti yang terlihat coklat. “aku sudah berusaha memanggilmu 5 kali tau” berarti tadi aku melamun.. “katamu akan mengantarkanku kepemakaman?” ah hamper saja aku lupa, “baiklah, tunggu aku lima menit di depan” setelah itu aku langsung pergi menuju kamar, aku tak peduli siapa orang di foto itu.

Baju hitam sudah melekat ditubuhku. Aku pun sudah tak lagi berada di rumah Tatsuya. Dihadapanku telah terbangun gundukan tanah yang sebelumnya telah tertanam bangkai manusia di dalamnya. Di permukaan nisan warna putih itu bertuliskan “shiro sakura” yang artinya sakura putih, dia ibu Tatsuya.
“aku pernah berharap, ibuku akan membelikanku sebuah jam tangan hitam..” Tatsuya mulai berbicara, ya, memang waktu itu Tatsuya baru naik kelas 6 sd, dia meminta ibunya untuk membeli suatu jam tangan warna hitam yang pernah dia lihat. Tapi ada suatu kejadian yang juga membuatku sampai terjatuh lemas “tapi dia kecelakaan saat hendak membelikannya..” ku lihat mata Tatsuya yang mulai berkaca-kaca, ku rasa aku tau dia akan menangis. Dalam hitungan 5 menit air bening telah jatuh di punggung tangannya.
“heh laki-laki tidak boleh menangis” ucapku sambil menyodorkan selembar kain putih bercorak bunga sakura. Dia menatapku. “aku kagum padamu Aru” sebelah alisku terangkat ketika Tatsuya mengatakannya. “aku bukan seseorang yang pantas kau banggakan” aku berjalan menghadap laki-laki itu. “dan kau harus tau, dunia tak sebaik yang kita duga”. Hening sejenak, Tatsuya menggandeng tanganku, “ayo pulang, aku tidak ingin menangis dihadapanmu” dia tersenyum dengan air mata yang sudah mengering, lalu kami meninggalkan pemakaman itu.
Kami menaiki mobil van warna putih tua peninggalan ayah, sebelum masuk mobil, ku dengar Tatsuya mengucapkan sesuatu, tapi tidak begitu jelas.. ada sepenggal kata-kata “hakoboshi” ya, mungkin ada sesuatu yang mengenai perayaan tanabata tahun depan.
***

Udara pagi hari menyentuh lembut lapisan kulit epidermisku. Merambat masuk kedalam paru-paru. Aku sedikit menguap dikala itu, mungkin aku terlalu letih seharian kemarin. Kubuka mataku perlahan, seperti terlintas satu bayangan di balik pintu geser kamar. Kakiku berjalan ke balik pintu untuk memastikan, tak ada orang disana, sejenis binatang pun tak ada.

Tiba-tiba Tatsuya berdiri di sampingku. “kau sudah bangun rupanya..” ku cium aroma coklat panas yang berada ditangannya, masih terisi penuh. Tapi kenapa ada dua? “coklat panas siapa?” aku menunjuk kedua gelas tersebut. “oh ini ada teman kakak, tapi dia tidak meminum ini, aku tidak tau” kedua pundaknya terangkat ke atas. “oh.. mana kakek?” mataku mengitari sekeliling ruangan, berhubung kamarku yang paling strategis diantara kamar dua orang manusia itu. Tepat dibangun di samping ruang keluarga. Jadi aku bias tau siapa saja yang berlalu lalang disini. “aku rasa kakek sedang pergi ke pasar ikan” Tatsuya berlalu di hadapanku “tatsu, aku boleh meminum coklat panas itu?” aku meringis sejadinya. “haha dasar kau ini” dia menyodorkan segelas coklat di tangannya. Salah sendiri temannya tidak mau meminum coklat ini, batinku.

Pukul 7 a.m. aku berangkat kesekolah dengan dandanan yang seadanya. Berbekal tiga buku paket dan beberapa buku tulis. Tatsuya langsung pergi ketika aku telah sampai di depan gerbang sekolah. kadang aku bingung melihat Tatsuya, umurnya yang hanya berjarak 1 tahun dariku, tapi dia tak lagi mau sekolah. padahal keluarganya mempunyai uang simpanan yang cukup untuk menyekolahkannya. Huh aneh.

“Aru, kulihat dua hari yang lalu kau bersama seorang laki-laki di depan skolahan, siapa dia?” Mawaru tiba-tiba saja memojokkanku saat aku sudah memasuki kelas. “ha?? Aku tidak mengenalnya! Aku juga tidak tau, tiba-tiba aku terkena loncatan dari skateboardnya. Sungguh!” aku tau bagaimana harus menghadapi orang seperti Mawaru, harus lugas dan jujur! Gadis bertubuh mungil itu temanku, dia asli dari Indonesia, karena ada pertukaran pelajar, dia ikut dan memilih pergi ke jepang.

“kau sungguh? Dia sangat tampan!” omongannya yang menggebu-gebu membuatku geli mendengarnya. Aku tertawa begitu dia berhenti bicara untuk mengambil nafas. “kenapa kau tertawa?” tanyanya. “kau itu lucu sekali!” aku mengelus-elus perutku karena terlalu geli! “matamu rabun? Dia tidak lebih dari siswa sma ini”

Waktu begitu cepat berlalu, hingga bel istirahat terdengan disepanjang koridor sekolah. ”teng-teng!” Mawaru menggaet tanganku cepat saat guru tata busana keluar dari pintu. “mau kemana kau??” dengan cepat aku melepaskan genggamannya. “aku ingin menunjukkan sesuatu padamu! Sebaiknya kau tau tentang ini!” dalam waktu kurang dari lima menit aku telah berdiri di samping ruang kepala sekolah. Kulihat Mawaru mengendap-ngendap di samping pintu ruangan itu. Matanya memandangi seseorang di dalamnya. Rasa penasaranku memaksaku untuk melakukan hal yang sama. Dan ternyata saat aku lihat siapa yang di dalam, hatiku berdegup sangat kencang.

“apa aku bilang, dia sangat tampan! Apalagi dengan pakaian seragam sekolah kita!” ada senyum bangga di wajah Mawaru. Tapi aku tak peduli dengan itu, ternyata orang yang melemparku dengan skateboard akan pindah sekolah kesini!

“aku mau ke kelas.” Ucapku sambil berjalan menuju kelasku kembali. Gadis Indonesia itu mengikutiku sambil tersenyum-senyum dengan pipinya yang merona merah.
***

Pulang sekolah, aku masih memikirkan hal yang terjadi waktu siang tadi. Tiba-tiba tubuhku terjatuh lemas. Saat ku lihat beberapa orang dengan pakaian serba hitam berjalan diahadapanku, di sana ada Tatsuya yang juga mengenakan baju yang sama. Dan diantara mereka ada satu petimati dengan permukaan yang tertutupi oleh kain putih. Kenapa tubuhku lemas? Ada apa? Mungkin saja itu orang lain? Aku coba berdiri dan mendekati Tatsuya. “siapa ini?” wajah Tatsuya yang penuh dengan luluhan air mata membuatku semakin takut. Dia mengusap buliran air matanya, lalu dia menatapku. “kakek telah mengasuh kita dengan sangat baik, kini waktunya dia beristirahat…”

Kembali getaran yang hebat merambat dalam hatiku. “apa-apaan ini?!” Tatsuya memelukku erat. Kurasa dia merasakan hawa dingin dari tubuhku. “kenapa harus ada yang pergi lagi?!” teriakku sekuat tenaga.

Ku lepaskan pelukan Tatsuya, dan berjalan menuju peti mati kakek. Dua orang dari mereka membukakan penutup petinya. Mempersilahkanku untuk melihat bagaimana wajah tampan kakek untuk terakhir kalinya. “begitu pucat… tapi kau tak kan kalah tampan dari artis ternama sekalipun…” ku dekatkan bibirku menyentuh permukaan kulit mati itu. “terimakasih, kau telah menganggapku sebagai cucumu” aku mengusap pelan cairan bening yang jatuh di pipiku.

Kedua orang tadi membenarkan kembali tutup petimati itu, lalu membawa jasad kakekku ke tempat yang mungkin aku juga akan menyusulnya bersama Tatsuya.
***

0 comment:

Followers